Rabu, Desember 21, 2011

ILIR ILIR - KANJENG SUNAN

Ilir ilir Kanjeng Sunan




dari blog sebelah:http://mylawliet.multiply.com/journal/item/33




Mengenai maknanya, tembang "Lir-Ilir" yang konon diciptakan oleh Sunan Kalijaga (ada pula yang mengatakan Sunan Bonang) itu memang mengandung makna yang dalam. Sebagaimana wayang kulit, tembang ini digunakan sebagai salah satu sarana dakwah dalam memperkenalkan Islam kepada masyarakat Kejawen yang saat itu masih kental dengan nuansa animisme-dinamisme.

Lirik tembang Lir Ilir :


Lir ilir... lir ilir... tandure wus sumilir
tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar
Cah angon... cah angon... penekna blimbing kuwi
Lunyu lunyu yo peneken kanggo mbasuh dodotira
Dodotira... dodotira... kumitir bedah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane
Yo surako surak hiyo...




Makna :

Lir ilir... lir ilir... tandure wus sumilir :
Sayup-sayup bangun (dari tidur), tanaman-tanaman sudah mulai bersemi,

Kanjeng Sunan mengingatkan agar orang-orang Islam segera bangun dan bergerak. Karena saatnya telah tiba. Bagaikan tanaman yang telah siap dipanen, demikian pula rakyat di Jawa saat itu (setelah kejatuhan Majapahit) telah siap menerima petunjuk dan ajaran Islam dari para wali.


tak ijo royo-royo tak sengguh temanten anyar :
demikian menghijau bagaikan gairah pengantin baru

Hijau adalah simbol warna kejayaan Islam, dan agama Islam disini digambarkan seperti pengantin baru yang menarik hati siapapun yang melihatnya dan membawa kebahagiaan bagi orang-orang sekitarnya. Ada juga penafsiran yang mengatakan bahwa pengantin baru maksudnya adalah raja2 jawa yang baru masuk Islam.


Cah angon... cah angon... penekna blimbing kuwi :
Anak-anak penggembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu,

Yang disebut anak gembala disini adalah para pemimpin. Dan belimbing adalah buah bersegi lima, yang merupakan simbol dari lima rukun islam dan sholat lima waktu. Jadi para pemimpin diperintahkan oleh Sunan untuk memberi contoh kepada rakyatnya dengan menjalankan ajaran Islam secara benar. Yaitu dengan menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu.


Lunyu lunyu yo peneken kanggo mbasuh dodotira :
walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci pakaian

Dodot adalah sejenis kain kebesaran orang Jawa yang hanya digunakan pada upacara-upacara / saat-saat penting. Dan buah belimbing pada jaman dahulu, karena kandungan asamnya sering digunakan sebagai pencuci kain, terutama untuk merawat kain batik supaya tetap awet. Dengan kalimat ini Sunan memerintahkan orang Islam untuk tetap berusaha menjalankan lima rukun Islam dan sholat lima waktu walaupun banyak rintangannya (licin jalannya). Semuanya itu diperlukan untuk menjaga kehidupan beragama mereka. Karena menurut orang Jawa, agama itu seperti pakaian bagi jiwanya. Walaupun bukan sembarang pakaian biasa


Dodotira... dodotira... kumitir bedah ing pinggir :
Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan

Saat itu kemerosotan moral telah menyebabkan banyak orang meninggalkan ajaran agama mereka sehingga kehidupan beragama mereka digambarkan seperti pakaian yang telah rusak dan robek.


Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore :
Jahitlah benahilah untuk menghadap nanti sore

Seba artinya menghadap orang yang berkuasa (raja/gusti), oleh karena itu disebut ‘paseban’ yaitu tempat menghadap raja. Disini Sunan memerintahkan agar orang Jawa memperbaiki kehidupan beragamanya yang telah rusak tadi dengan cara menjalankan ajaran agama Islam secara benar, untuk bekal menghadap Allah SWT di hari nanti.


Mumpung padang rembulane, mumpung jembar kalangane :
Selagi sedang terang rembulannya, selagi sedang banyak waktu luang

Selagi masih banyak waktu, selagi masih banyak kesempatan, perbaikilah kehidupan beragamamu dan bertaubatlah.


Yo surako surak hiyo :
Mari bersorak-sorak ayo...


Bergembiralah, semoga kalian mendapat anugerah dari Tuhan. Disaatnya nanti datang panggilan dari Yang Maha Kuasa nanti, sepatutnya bagi mereka yang telah menjaga kehidupan beragama-nya dengan baik untuk menjawabnya dengan gembira.

(Sumber dari 
sini.. dan ini...)


Subhanallah,,,, tembang dolanan yang ternyata menyimpan filosofi mendalam. Sungguh metode yang sangat sesuai dengan kondisi masyarakat saat itu, pun masih relevan dengan kondisi masyarakat kita sekarang ini. Tembang yang saat itu saya nyanyikan tanpa mengetahui akan dalamnya makna tersirat yang terkandung. Sekaranglah baru saya paham,,,
 

Tidak ada komentar: